
Moeldoko: Inovasi Teknologi Harus Tetap Perkokoh Budaya
JAKARTA - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menegaskan,kendati teknologi pertanian terus berkembang dari waktu ke waktu, halitu tidak lantas melepaskan pertanian dari budaya setempat.
Hal itu diungkapkan Moeldoko saat menghadiri Upacara Adat Seren Taun di Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, hari ini. Moeldoko yang juga Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) mengingatkan bahwa teknologi harus dimanfaatkan tanpa mencabut akar budaya pertanian yang ada.
"Dunia saat ini terus berubah dengan sangat cepat, namun bukan berarti perubahan itu mencerabut adat istiadat yang kita miliki bersama," ungkap Moeldoko dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Senin (3/9/2018).
Dia menegaskan, ketahanan kebudayaan
penting dirawat, karena selain memiliki keragaman budaya tinggi, juga
dapat mempersatukan bangsa dari perbedaan budaya menjadi satu rasa
persatuan untuk NKRI.
Pada kesempatan itu Moeldoko juga membanggakan dua benih padi unggul
kreasinya untuk meningkatkan produktivitas padi, yang diberi nama M 70D
dan M400. Benih M70D, misalnya, dari mulai tanam hingga panen hanya
membutuhkan waktu 70 hari. "Jika dibandingkan dengan padi biasa, jelas
lebih cepat," tandasnya. Adapun benih M400 tak kalah unggul karena dalam
satu malai (tangkai) bisa menghasilkan 400 bulir padi.
"Saya
mengapresiasi masyarakat Sunda Wiwitan, dan keluarga Sunda secara
keseluruhan yang dapat terus menjaga budaya dan sekaligus menjaga
persatuan dan kesatuan," kata Moeldoko sembari menyampaikan salam hormat
dan ucapan selamat dari Presiden Jokowi kepada masyarakat Kuningan yang
tengah berbahagia merayakan tradisi Seren Taun.
Acara Seren Taun
adalah upacara adat yang dilakukan setiap tahun yang mempunyai tujuan
sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas dilimpahkannya rezeki
dari hasil pertanian. Upacara ini juga dimaksudkan agar Tuhan memberikan
perlindungan di musim tanam mendatang.
Upacara ini
diselenggarakan setiap tahun tanggal 22 Rayagung-bulan terakhir kalender
Sunda dan sudah ada sejak ratusan tahun sejak Kerajaan Pajajaran hingga
saat ini. Lokasi Upacara dipusatkan di pendopo Paseban Tri Panca
Tunggal, Cigugur, kediaman Pangeran Djatikusumah, yang didirikan tahun
1840.
Secara khusus Moeldoko menilai tema Seren Taun kali ini,
yaitu "Memperkokoh Adat untuk Memperkuat Karakter Bangsa" sangat
kontekstual di tengah masyarakat yang berubah dan sesuai dengan nilai
Pancasila.
Ketua Yayasan Tri Mulya Tri Wikarma yang juga Ketua
Pelaksana acara Seren Taun masyarakat Sunda Wiwitan Cigugur Dewi Kanti
mengatakan, masyarakat adat Sunda Cigugur bertekad terus melestarikan
dan melakukan upaya perlindungan terhadap hukum-hukum adat warisan dari
para leluhurnya.
"Seperti filosofi Prabu Niskala Wastu Kancana
yang menyebutkan, pakena gawe rahayu pikeun heubeul jaya dina buana,
berbuat baiklah agar lama jaya di dunia. Kebaikan sosial yang berdampak
bagi masyarakat banyak itulah yang diajarkan dalam tradisi Seren Taun,"
papar Dewi Kanti.
Pejabat Gubernur Jawa Barat Mochamad Iriawan
pun memuji tradisi Seren Taun yang tak putus diselenggarakan setiap
tahun. Selain itu, Iriawan menyampaikan rasa terima kasih kepada
Presiden Jokowi yang sangat memperhatikan warga Jawa Barat, terutama
melalui berbagai pembangunan infrastruktur yang sangat bermanfaat untuk
menyejahterakan rakyat.
“Perpanjangan tol dari Bandung-Majalaya-Garut-Tasikmalaya hingga Cilacap
serta pengengembangan Bandara Cikembar di Sukabumi menjadi buktinya,”
kata Iriawan.
Pada kesempatan ini, Bupati Kuningan Acep Purnama
menyatakan, di samping sebagai aset di bidang kepariwisataan, Seren Taun
punya nilai tinggi bagi Kabupaten Kuningan yang sangat kaya warisan
kebudayaan. "Tan Hana Nguni Tan Hana Mangke, kalau tak ada masa lalu,
tak ada masa sekarang," kata Acep.
Acep juga menegaskan,
Kecamatan Cigugur merupakan miniatur dari Indonesia. "Beragam etnis suku
dan agama ada di sini. Karena itu, perbedaan bukanlah sebuah hambatan,
tapi sebuah khasanah, keindahan yang harus kita hormati," tegasnya